Kota Asal Pengunjung

Website personal yang berhubungan dengan semangat hidup jiwa remaja, pentang menyerah,cinta tanah air,dan toleransi antar umat.

kota asal pengunjung

Entri Populer

Total Tayangan Halaman

Kota Asal Pengunjung

Kota Asal Pengunjung :

Jumat, 18 November 2016

PELAN-PELAN YAAA..

Menurut ngendika dari Gus Novianto Said Dahlan (Kali Tengah).
 NU berperan sebagai kendali dalam konstelasi ideologi keislaman yang valid, otentik dan original dari sumbernya. Silsilah atau ketersambungan dan kesinambungan hubungan guru-murid sebagai kesadaran akan penting dan kemuliaan ilmu agama. Hingga hari ini, tradisi tranfer ilmu yang kalangan pesantren menyebutnya ijazah, masih dilestarikan oleh beberapa pesantren semisal Tebuireng. Di pesantren ini dari dulu hingga kini selama bulan Ramadlan, seusai mengkhatamkan kitab Sahih al-Bukhari dan Sohih Muslim selalu dibarengi dengan "ijab qabul" untuk keabsahan murid mendapatkan silsilah hadis-hadis dalam Dua Sahih itu sampai ke Imam Muslim dan Imam al-Bukhari. Ulama NU sadar benar bahwa jika transfers ijazah ini dihentikan, nantinya akan ada pengaburan sejarah seperti yang dilakukan oleh Nasirudin al-Bani sebagai peneliti hadis yang menjadi idola kelompok Wahabi.
Bukan hanya silsilah dalam transfer ideologi melalui sanad hadis yang menjadi jaminan otentik keterjagaan ajaran agama dari Nabi saw, hingga kepada seluruh santri Hadlratussyeikh Hasyim Asy'ari, Kakek dari Gus Dur ini juga mewarisi silsilah manhaj fiqh dari Imam as-Syafii berikut gurunya hingga Nabi Muhammad saw. Dari dua hal ini saja sudah bisa kita petakan bahwa otentisitas ajaran Islam itu nyata milik ulama-ulama Indonesia. Tafsir dan ilmu Tafsir, itu akan selalu bergantung pada kedua disiplin yang dimiliki oleh ulama-ulama NU.
NU yang tumbuh dari kalangan pesantren, tentu saja mewarisi tradisi pesantren baik dalam posisinya sebagai penjaga agama, maupun dalam posisinya sebagai bagian dari bangsa. Satu-satunya elemen bangsa ini yang tidak pernah terjajah adalah pesantren. Bahkan di banyak tempat, pesantren justru menjadi lawan sebenarnya dari kolonialisme. Pesantren selalu meneriakkan perang terhadap Belanda dan penjajah lain meski dalam skala yang kecil mengingat perjuangan melawan kolonialisme itu belum dilakukan serempak. Pesantren selalu berdiri tegak di atas kaki sendiri meski disaat yang sama Belanda mulai membangun sekolah sebagai musuh dari sistem pendidikan ala pesantren. Selain monopoli ekonomi, melihat perusakan yang dilakukan pada sistem sosial dan karakter asli manusia Nusantara yang berjiwa gotong royong dan komunal yang dilakukan Belanda, kalangan pesantren dengan berani menghukumi bukan cuma Belanda yang kafir tetapi juga yang dekat dengan kompeni juga dihukumi kafir.
من تشبه بقوم فهو منهم
"Siapa yeng meniru suatu kaum, ia adalah bagian dari mereka."
Seiring berjalannya waktu, pesantren tak pernah surut semangat apalagi merintih. Pesantren malah justru menjadi garda terdepan melawan kolonialisme sejak peristiwa Perang Diponegoro tahun 1825-1830 M hingga Resolusi Jihad yang sangat kurang ajar diperkenalkan oleh pemerintah yang lalu sebagai peristiwa 10 November 1945 tanpa secuilpun mengungkap sejarah perjuangan ulama dan santri NU.
Inilah wajah cantik yang dimiliki oleh NU. Antara agama dan nasionalisme ditempatkan sebagai dua hal yang tidak bertentangan. Bahkan NU turut andil dalam pembentukan dua hal yang sangat penting bagi Indonesia sebagai sebuah negara. Pertama asas negara: Pancasila yang pada hakikatnya adalah "Perjanjian Madinah jilid II". Kedua adalah Tentara Republik Indonesia (kini TNI) yang berembrio pada Laskar Hizbullah dan Laskar Fi Sabilillah yang dibikin oleh KH. Abdul Wahid Hasyim. Hadlratussyeikh Hasyim Asy'ari memberikan pengertian bahwa agama dan nasionalisme itu tidak bertentangan. Keduanya justru bagaikan kedua sisi mata uang. Quraish Shihab berkesan: dulu Nabi ketika hendak meninggalkan Mekah untuk hijrah ke Madinah, Nabi menangis seraya berkata kepada bumi Mekah: "wahai bumiku, aku sungguh mencintaimu. Seandainya kaummu tidak mengusirku, tidak mungkin aku mau meninggalkanmu." Kemudian, pada tahun kedelapan Hijriah, saat Nabi dan para sahabatnya berhasil menaklukkan kota Mekah, Nabi menangis di atas kudanya ketika memasuki gerbang kota. Inilah yang menjadikan NU sangat berbeda dengan ormas Islam lain. NU membuat negara ini berbeda dari negara Islam manapun yang ternyata selalu saja dilanda perang tak pernah selesai.
to be continued...

0 komentar:

Posting Komentar