Kota Asal Pengunjung

Website personal yang berhubungan dengan semangat hidup jiwa remaja, pentang menyerah,cinta tanah air,dan toleransi antar umat.

kota asal pengunjung

Entri Populer

Total Tayangan Halaman

Kota Asal Pengunjung

Kota Asal Pengunjung :

Jumat, 18 November 2016

Lanjutan coretan Susur NU Gombong (Kebumen Barat)

Menurut ngendika dari Gus Novianto Said Dahlan (Kali Tengah).
 Seperti kami sampaikan di awal bahwa berdirinya NU tidak seperti lahir dan berdirinya organisasi lainnya yang membawa ideologi baru. Hampir keseluruhan ideologi baik berbasis agama maupun non-agama yang ada di Indonesia adalah produk impor semua. Persis, Muhammadiyah, Salafi Wahabi, HTI, Kapitalis Liberal hingga Komunis adalah ideologi yang dibawa dari luar sana. Perdebatan yang terjadi pada sidang BPUPKI dan PPKI adalah perdebatan dua kubu yang sama-sama ingin menerapkan ideologi luar untuk dipaksakan di Indonesia, sebelum akhirnya diselesaikan secara brilian oleh Soekarno.
Soekarno meskipun produk luar negeri mengingat kuliah di beberapa negara Eropa (seperti Belanda yang Kapitalis Liberal dan Soviet yang komunis), tetap tidak kehilangan karakter ke-Indonesia-annya. Hatta-pun sekali tiga uang, meskipun beliau adalah murid dari Adam Smith, Bapak Ilmu Ekonomi - kapitalis itu, tetap tidak kehilangan karakter Nusantara-nya. Lebih jauh dari semua itu, meski berbeda segmen, Hadlratussyeikh Hasyim Asy'ari yang bertahun-tahun menimba ilmu di Makkah-Madinah, juga seluruh inisiator dan pendiri NU, tidak pernah gagap mode. Ulama kita tetap berdiri di garda terdepan untuk menjaga apa yang sudah menjadi warisan dari para pendahulu.
Unsur protektif yang lebih utama ini bukan tanpa sebab, Mbah Hasyim, Mbah Wahab dan ulama kita dulu adalah produk gemblengan lingkup "bahtsu masail" ulama-ulama Indonesia yang terkenal mendapatkan tempat yang istimewa di Masjidil Haram semenjak Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi (1815-1897) menjadi ulama yang diakui keilmuannya. Semenjak itu, selain untuk transfer keilmuan, lingkup diskusi ini juga yang menjadi sarana untuk melawan kolonialisme. Dari sini, berbicara NU di Gombong, tidak bisa dipisahkan dari patriotisme pesantren.

0 komentar:

Posting Komentar